Selasa, 10 November 2015



SEJARAH TEORI KEPEMIMPINAN
“Kepemimpinan (Leadership)


Disusun Oleh :
Hurifatin Nur Aini
(13311043/2013)
Manajemen V B- Pagi



UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GRESIK
Fakultas Ekonomi Program Studi Manajemen
2015

Sejarah Teori Kepemimpinan
Dalam kehidupan sehari-hari istilah pemimpin dan kepemimpinan selalu menjadi pusat perhatian, baik dikalangan Perguruan Tinggi, dan Pejabat Pemerintah. Bagi masyarakat umum kata kepemimpinan meyiratkan arti seseorang yang menjadi diktator karena dialah membuat semua keputusan dan melaksanakan pekerjaan kepemimpinan. Hal ini dikarenakan oleh sang pemimpin tidak dapat memanfaatkan potensinya sebagai seorang pemimpin sehingga dia disebut sebagai diktator. Kepemimpinan juga merupakan kegiatan sentral di dalam sebuah kelompok (organisasi), dengan seorang pemimpin puncak sebagai figur sentral yang memiliki wewenang dan tanggung jawab dalam mengefektifkan organisasi untuk mencapai tujuannya. Pemimpin sebagai figur sentral menyandang peran mempersatukan anggota organisasi yang terdiri dari individu-individu, agar menjadi satu kesatuan kekuatan yang bergerak ke arah yang sama dalam melaksanakan volume dan beban kerja organisasi.
Ruang lingkup atau tema kepemimpinan pada intinya meliputi dua permasalahan pokok, yaitu: teori kepemimpinan dan teknik kepemimpinan.
Teori kepemimpinan adalah: suatu penggeneralisasian dari suatu seri fakta perilaku pemimpin dan konsep-konsep kepemimpinan, dengan menekankan latar belakang historis, sebab musabab timbulnya kepemimpinan, persyaratan untuk menjadi pemimpin, sifat-sifat yang diperlukan oleh seorang pemimpin, tugas-tugas pokok dan fungsinya, serta etika profesi yang perlu diperhatikan oleh pemimpin.
Teknik kepemimpinan adalah: kemampuan dan keterampilan teknis pemimpin dalam menerapkan teori-teori kepemimpinan dalam praktek kehidupan dan dalam organisasi tertentu, dan melingkupi: konsep-konsep pemikirannya, perilaku sehari-hari serta peralatan yang dipergunakannya
Leadership atau yang lebih sering dikenal dengan nama kepemimpinan merupakan materi yang akan akan di bahas dalam tulisan ini. Dimulai dari pengertian leadership atau kepemimpinan. Untuk pertama pengertian dari leadership di kemukakan oleh William G. Scott (1962) yang mengartikan bahwa kepemimpinan (Leadership) ialah proses mempengaruhi aktifitas yang diorganisir dalam suatu kelompok dalam usahanya untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan. Kemudian dilanjutkan pengertian dari Stephen J. Carrol dan Henry L. Tosj (1977) mengartikan bahwa kepemimpinan (Leadership) ialah seuatu proses mempengaruhi orang lain untuk mengerjakan apa yang kamu kehendaki dari mereka untuk mengerjakannya. George R. Terry mengemukakan bahwa kepemimpinan (Leadership) merupakan suatu hubungan yang ada didalam diri seseorang atau pemimpin dan mempengaruhi orang lain agar mau bekerja dengan sadar dalam hubungan tugas agar tercapainya sebuah tujuan yang diinginkan. Kepemimpinan menurut Tead; Terry; Hoyt (dalam Kartono, 2003) adalah kegiatan atau seni mempengaruhi orang lain agar mau bekerjasama yang didasarkan pada kemampuan orang tersebut untuk membimbing orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan kelompok. Kepemimpinan menurut Young (dalam Kartono, 2003) lebih terarah dan terperinci dari definisi sebelumnya. Menurutnya kepemimpinan adalah bentuk dominasi yang didasari atas kemampuan pribadi yang sanggup mendorong atau mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu yang berdasarkan penerimaan oleh kelompoknya, dan memiliki keahlian khusus yang tepat bagi situasi yang khusus.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan merupakan suatu proses kegiatan atau aktifitas dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu. Kepemimpinan pada dasarnya merupakan inti dari fungsi manajemen yaitu proses pengarahan sumber daya untuk mencapai tujuan G.R.Terry (dalam Thoha, 1995 : 253) mendefinisikan kepemimpinan sebagai kegiatan mempengaruhi orang agar mereka bertindak menjacapai tujuan. Namun lebih tegas lagi Pfiffner dan Presthus serta A. Gary Yukl (dalam Tjokroamidjojo, 1985 : 110) menyatakan bahwa : “kepemimpinan adalah pengkoordinasian dan pemotivasian individu maupun kelompok untuk mencapai suatu tujuan”. Jika kepemimpinan di kaitkan dengan ajaran islam, Syekh Muhammd al-Mubarak menyatakan ada empat syarat seseorang untuk menjadi pemimpin. Pertama, memiliki akidah yang benar (aqidah salimah). Kedua, memiliki ilmu pengetahuan dan wawasan yang luas. Ketiga, memiliki akhlak yang mulia (akhlaqul karimah). Keempat, memiliki kecakapan manajerial, memahami ilmu-ilmu administrasi dan manajemen dalam mengatur urusan-urusan duniawi. Inilah syarat-syarat yang harus dijadikan tolak ukur oleh kaum muslimin dalam memilih seorang pemimpin.
Setelah mengetahui beberapa pengertian tentang kepemimpinan yang dikekukakan oleh para ahli, kini perlu diketahui pula perkembangan dari teori kepemimpinan. Pertama adalah :
Teori The Great Man dan Teori Big Bang
Teori ini menyatakan bahwa seseorang yang dilahirkan sebagai pemimpin akan menjadi pemimpin tanpa memperhatikan apakah ia mempunyai sifat atau tidak mempunyai sifat sebagai pemimpin. Teori ini melihat bahwa kekuasaan berada pada pada sejumlah orang tertentu, yang melalui proses pewarisan memiliki kemampuan memimpin atau karena keberuntungan memiliki bakat untuk menempati posisi sebagai pemimpin. Dengan kata lain para pemimpin menurut teori ini berasal dari keturunan tertentu (di Indonesia disebut keturunan berdarah biru) yang berhak menjadi pemimpin, sedang orang lain tidak ada pilihan selain menjadi pihak yang dipimpin. Kartini Kartono dalam bukunya membagi definisi teori ini dalam dua poin, yaitu seorang pemimpin itu tidak dibuat, akan tetapi terlahir menjadi pemimpin oleh bakat-bakat alami yang luar biasa sejak lahirnya dan yang kedua dia ditakdirkan lahir menjadi seorang pemimpin dalam situasi kondisi yang bagaimanpun juga.
Bennis dan Nanus (1993, p.3) menyatakan bahwa dalam perkembangan berikutnya, teori kepemimpinan berdasarkan bakat cenderung ditolak dan lahirlah teori big bang. Teori kepemimpinan yang baru di zamannya itu menyatakan bahwa suatu peristiwa besar menciptakan atau dapat membuat seseorang menjadi pemimpin. Teori ini mengintregrasikan antara situasi dan pengiukut/anggota organisasi sebagai jalan yang dapat mengantarkan seseorang menjadi pemimpin. Situasi yang dimaksud adalah peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian besar seperti revolusi, kekacauan/kerusuhan, pemberontakan, reformasi dll

Teori Sifat
Teori ini hampir sama dengan teori Great Man, meskipun berbeda dalam mengartikan bakat yang dimiliki seorang pemimpin. Teori Great Man menekankan bakat dalam arti arti keturunan, bahwa seseorang menjadi pemimpin karena memiliki kromoson (pembawa sifat) dari orang tuanya sebagai pemimpin. Sedang teori sifat atau karakteristik kepribadian berasumsi bahwa seseorang dapat menjadi pemimpin apabila memiliki sifat-sifat atau karakteristik kepribadian yang dibutuhkan oleh seorang pemimpin, meskipun orang tuanya khususnya ayahnya bukan seorang pemimpin. Teori ini dinamakan teori sifat dengan dasar teori yaitu seorang pemimpin adalah dilahirkan dan bukan dibuat atau direkayasa. Indikator dari teori sifat adalah kemampuan mengarahkan secara alamiah, hasrat untuk memimpin, kejujuran dan integritas, kepercayaan diri, kecerdasan serta pengetahuan yang luas mengenai pekerjaan.
Keberhasilan seorang pemimpin dapat ditentukan oleh sifat-sifat, perangai atau ciri-ciri yang dimiliki oleh pemimpin itu. Sifat tersebut dapat berupa sifat fisik atau sifat psikologis. Untuk menjadi seorang pemimpin yang berhasil sangat ditentukan kemampuan pribadi pemimpin. Kemampuan pribadi yang dimaksud adalah kualitas seseorang dengan berbagai macam sifat-sifat, perangai atau ciri-ciri di dalamnya. Upaya untuk menilai sukses atau gagalnya pemimpin sendiri dialkukan dengan mengamati dan mencatat sifat-sifat dan kualitas/mutu perilakunya, yang di pakai sebagai kriteria untuk menilai kepemimpinannya dimana usaha yang sistematis ini membuahkan teori yang disebut The Traitist Theory Of Leadership (teori sifat dari kepemimpinan).
Di antara para penganut teori ini dapat disebutkan oleh Ordway tead ada sepuluh macam sifat atau perangai yang harus dimiliki seorang pemimpin, yaitu :
a)      Energi jasmani dan rohani (physical and nervous energy)
b)      Kepastian akan maksud dan arah tujuan (a sense of purpose and direction)
c)      Antusiasme atau perhatian yang besar (anthusiasm)
d)     Ramah tamah, penuh rasa persahabatan dan ketulusan hati (friendlieness and effecticeness)
e)      Integritas atau pribadi yang bulat (integrity)
f)       Kecakapan teknis (technical mastery)
g)      Ketegasan dalam mengambil keputusan (decisioness)
h)      Cerdas (intelligence)
i)        Kecakapan mengajar (teaching skill)
j)        Kesetiaan (faith)
Sifat-sifat tersebut untuk para pemimpin pada umumnya, tetapi pada prakteknya kesepuluh sifat tersebut tidak harus bersama-sama dimiliki oleh seorang pemimpin melainkan sangat bergantung pada tingkat kondisi dari pengikutnya. Dari berbagai pendapat mengenai sifat-sifat/karekteristik pemimpin dalam memgefektifkan organisasi melalui anggota-anggotamnya, telah dilakukan penelitian yang menyimpulkan 4 (empat) sifat/karekteristik utama. Kempat karekteristik tersebut adalah :
a)      Intelegensi (Kecerdasan)
Para pemimpin yang efektif atau pemimpin yang mampu mengefektifkan organisasi untuk mencapai tujuannya, pada umumnya (secara relatif) lebih cerdas dari pada pengikut/anggota organisasi.
b)      Kematangan dan keluasan pandangan sosial
Para pemimpin yang efektif atau yang mampu mengefektifkan organisasi untuk mencapai tujuannya pada umumnya (secara relatif) lebih matang emosinya daripada anggota/pengikut organisasinya, sehingga selalu mampu mengendalikan situasi kritikal (sulit dan bermasalah).
c)      Memiliki motivasi dan keinginan berprestasi.
Para pemimpin yang efektif atau yang mampu mengefektifkan organisasi untuk mencapai tujuannya. Pada umumnya (secara relatif) memiliki dorongan yang besar dari dalam dirinya untuk dapat menyelesaikan sesuatu secara sukses.
d)     Memiliki kemampuan hubungan manusiawi
Para pemimpin yang efektif atau yang mampu mengefektifakan organisasi untuk mncapai tujuannyam, pada umumnya (secara relatif) mengetahui bahwa usahanya untuk mencapai sesuatu sangat tergantung pada orang lain, khususnya anggota organisasinya. Para pemimpin itu selalu mampu memahami orang lain dan berorientasi pada anggota organisasi
Dalam kepemimpinan yang menerapkan prinsip keteladanan, setiap pemimpin dalam kehidupan organisasi, ditampilkan sebagai tokoh panutan, atau tokoh yang selalu diteladani oleh bawahannya. Sebagai tokoh panutan yaitu tokoh yang dianut oleh bawahannya, harus selalu memberikan contoh-contoh positif terhadap bawahannya. Dengan berbagai keunggulan yang dimiliki pemimpin, kewibawaan seorang pemimpin akan selalu dapat dipertahankan, sehingga ketaatan dari bawahan dapat terpelihara.
Kepemimpinan yang menganut prinsip “keteladanan” akan berhasil melaksanakan tugas-tugas kepemimpinannya apabila prinsip-prinsip teori sifat dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Teori Kelompok
Teori kelompok dalam kepemimpinan memiliki dasar perkembangan yang berakar pada psikologi sosial. Teori kelompok ini beranggapan bahwa supaya kelompok bisa mencapai tujuannya. Kepemimpinan yang ditekankan pada adanya suatu proses pertukaran antara pemimpin dan bawahannya. Greene (Thoha, 2012:35) mengatakan bahwa ketika para bawahan tidak melaksanakan pekerjaan secara baik maka pemimpin cenderung menekankan pada struktur pengambil inisiatif (perilaku tugas). Tetapi ketika para bawahan dapat melaksanakan pekerjaan secara baik maka pemimpin menaikkan penekanannya pada pemberian perhatian (perilaku tata hubungan). Seingga dapat disimpulkan bahwa para bawahan dapat mempengaruhi para pemimpinnya seperti para pemimpin yang dapat mempengaruhi para bawahannya.
Teori Perilaku
Pengertian dari teori perilaku yaitu teori kepemimpinan yang menjelaskan ciri-ciri perilaku seorang pemimpin dan ciri-ciri perilaku seorang bukan pemimpin. Terkadang teori sifat sering terkait dengan teori perilaku, demikian juga teori perilaku berhubungan dengan teori kontingensi dan teori situasional karena perilaku kepemimpinan yang cocok dalam satu situasi belum tentu sesuai dengan situasi yang lain. Pendekatan teori perilaku melalui gaya kepemimpian dalam realisasi fungsi-fungsi kepemimpinan yang meiliki dua orientasi, yang terdiri dari orientasi pada tugas, dan orientasi pada orang atau bawahan. Ada berbagai aliran dalam teori perilaku, antara lain :
a)      Ohio State University
Aliran atau mashab yang berkembang di Ohio State University dikenal dengan Ohio State Studies, membedakan kepemimpinan dari segi struktur dan hubungan antarmanusia.
b)      University of Michigan
Di University of Michigan diikuti pula aliran perilaku yang dikenal dengan University of Michigan Studies. Studi Michigan ini membedakan antara pemimpin yang berorientasi pada karyawan atau berorientasi pada hubungan antarpribadi dan pemimpin yang berorientasi pada produksi dan tugas.
c)      The Managerial Grid
Teori kepemimpinan yang dikenal dengan kisi-kisi manajerial atau The Managerial Grid yang merupakan tulisan Blake dan Mouton (1964) membagi kepemimpinan dalam sebuah matriks, di mana garis vertikal atau ordinat melihat pada pertimbangan manusia dan garis horizontal serta absis melihat pada produksi. Di Skandinavia terdapat pula Scandinavian Studies yang melihat pemimpin yang berorientasi pada pembangunan dan pengembangan atau yang mencari gagasan baru serta menciptakan dan menerapkan perubahan.
Teori Situasional (Situational Theories)
Teori situasional yang paling dikenal adalah teori Hersey dan Blanchard (1974) yang menekankan pada gaya kepemimpinan dan kesiapan para bawahan yang harus cocok. Teori ini juga didasarkan pada tinggi rendahnya perilaku hubungan dan tinggi rendahnya perilaku tugas menuju efektivitas. Teori ini memberi penekanan lebih kepada pengikut dan tingkat kematangan para pengikutnya.
Hersey dan Blanchard menggunakan penelitihan OSU (Ohio State University) untuk kemudian mengembangkan 4 gaya kepemimpinan yang bias dipakai oleh para pemimpin, antara lain :
a)      Telling - menyuruh
Pemimpin menetapkan peran yang diperlukan untuk melakukan suatu tugas dan memerintahkan para pengikutnya apa, dimana, bagaiman dan kapan melakukan tugas tersrbut.
b)      Selling – menjual
Pemimpin memberikan intruksi terstruktur  namun bersifat supportif
c)      Participating – barpartisipasi
Pemimpin dan para pengikutnya bersama-sama memuutuskan bagaimana cara terbaik menyelesaikan suatu pekerjaan.
d)     Delegating – delegasi
Pemimpin tidak banyak memberikan arahan yang jelas dan lebih spesifik ataupun dukungan pribadi kepada para pengikutnya.

Teori atau Model Kontingensi
Teori atau model kontingensi (Fiedler, 1967) sering disebut teori situasional karena teori ini mengemukakan kepemimpinan yang tergantung pada situasi. Model atau teori kontingensi Fiedler melihat bahwa kelompok efektif tergantung pada kecocokan antara gaya pemimpin yang berinteraksi dengan subordinatnya sehingga situasi menjadi pengendali dan berpengaruh terhadap pemimpin. Teori ini menunjukkan hubungan antara orientasi pemimpinatau gaya dan kinerja kelompok yang berbeda di bawah kondisi situasional. Menurut Fiedler, tidak ada pemimpin yang ideal. Kedua LPC rendah (task-oriented) dan LPC tinggi (hubungan-oriented) pemimpin dapat efektif jika orientasi kepemimpinan mereka sesuai dengan situasi. Teori kontingensi memungkinkan untuk memprediksi karakteristik situasi yang tepat untuk efektivitas.
Para peneliti sering menemukan bahwa teori kontingensi Fiedler yang jatuh pada fleksibilitas pendek. Mereka juga menyadari bahwa nilai LPC dapat gagal untuk mencerminkan ciri-ciri kepribadian yang seharusnya mereka berpikir. Teori kontingensi Fiedler ini telah menarik kritik karena menyiratkan bahwa satu-satunya alternatif untuk ketidaksesuaian dapat diubah orientasi pemimpin dan situasi yang tidak menguntungkan sedang mengubah pemimpin. Cognitive Resource Theory (CRT) memodifikasi kontingensi Fiedler dasar model dengan menambahkan ciri-ciri dari pemimpin (Fiedler dan Garcia 1987). CRT mencoba untuk mengidentifikasi kondisi di mana para pemimpin dan anggota kelompok akan menggunakan sumber-sumber intelektual mereka, keterampilan, dan pengetahuan secara efektif. Meskipun secara umum telah diasumsikan bahwa lebih cerdas dan pemimpin yang lebih berpengalaman akan berperforma lebih baik dibandingkan dengan mereka yang kurang kecerdasan dan pengalaman, asumsi ini tidak didukung oleh penelitian Fiedler.
Kelemahan dari teori ini adalah merancang struktur organisasi yang dapat menangani ketidakpastian dalam lingkungan efektif dan efisien dibutuhkan sebuah desain organisasi yang tepat karena tidak ada satu pun desain organisasi yang optimal bagi setiap organisasi, karena tidak ada organisasi yang serupa dan setiap peruahaan menghadapi suatu keadaan lingkungan yang berbeda pula sehingga menghasilkan berbagai tingkat ketidakpastian lingkungan yang berbeda.
Gaya kepemimpinan pada Teori Kontingensi mengacu pada dua motivasi, yaitu :
a)      Task Motivation (motivasi yang mengacu pada tugas)
Pemimpin fokus pada tugas dan hasil yang dicapainya.
e)      Realitionship Motivation (motivasi yang mengacu pada relasi)
Pemimpin fokus pada usaha untuk membangun relasi dengan pengikut-pengikutnya
Teori kontingensi memperluas pemahaman kita tentang kepemimpinan dimana ada pengaruh situasi terhadap pemimpin serta memberikan prediksi dan informasi mengenai gaya kepemimpinan yang cocok atau efektif dalam konteks tertentu.

Path-Goal Theory
Atau Model Arah Tujuan . Teori atau model ini ditulis oleh House (1971) menjelaskan kepemimpinan sebagai keefektifan pemimpin yang tergantung dari bagaimana pemimpin memberi pengarahan, motivasi, dan bantuan untuk pencapaian tujuan para pengikutnya. Path-goal theory, juga dikenal sebagai path-goal theory of leader effectiveness atau path-goal model adalah teori kepemimpinan dalam bidang studi organisasi yang dikembangkan oleh Robert House. Menurut model ini, pemimpin menjadi efektif karena efek positif yang mereka berikan terhadap motivasi para pengikut, kinerja dan kepuasan. Teori ini dianggap sebagai Path Goal karena terfokus pada bagaimana pemimpin mempengaruhi persepsi dari pengikutnya tentang tujuan pekerjaan, tujuan pengembangan diri, dan jalur yang dibutuhakn untuk mencapai tujuan. Dasar dari teori ini adalah teori motivasi ekspektansi. Teori awal dari Path goal menyatakn bahwa pemimpin efektif adalah pemimpin yang bagus dalam memberikan imbalan pada bawahan dan membuat imbalan tersebut dalam satu kesatuan dengan pencapaian bawahan terhadap tujuan yang spesifik.
Beberapa pendekatan gaya di dalam Teori Sarana-Tujuan, yaitu :
a)      Directive Leadership-Gaya Direktif.
Gaya ini diberlakukan pada situasi dimana pengikut bersifat turut dan patuh danpPemimpin memberikan instruksi yang jelas tentang tugasnya, serta apa yang diharapkan untuk dikerjakan oleh pengikut.
b)      Supportive Leadership-Gaya suportif.
Pemimpin menerapkan gaya kepemimpinan yang bersahabat dan merangkul.
c)      Participative Leadership-Gaya Partisipatif.
Gaya ini diterapkan pada situasi dimana terdapat sebuah tugas yang membingungkan. Pemimpin mengajak pengikut untuk memberikan partisipasi, ide, dan opini tentang bagaimana meggunakan sarana untuk mencapai tujuan.
d)     Achievement-Oriented Leadership-Kepemimpinan yang Berorientasi pada Hasil.
Pada gaya ini, pemimpin memberi tantangan kepada pengikut dengan standar pekerjaan yang tinggi, serta melakukan perbaikan terus-menerus (continuous improvement). Seorang pemimpin yang hebat itu tidak akan mendiktekan segala sesuatunya kepada bawahannya. Dia akan melakukan pemberdayaan, mulai dengan mengembangkan kompetensi bawahan, sehingga mampu mencari jalan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan kinerja tinggi. Dia hanya akan mengendalikan bawahannya melalui hasil akhir, bukan pada proses. Ini berarti pemberdayaan, sekaligus sikap mempercayai bawahan.
Perlu diketahui bahwa tidak semua teori memiliki kesempurnaa. Dan perlu diketahui bahwa kelemahan teori ini adalah masih banyak hal-hal yang dinilai kompleks.Teori ini juga menggabungkan beberapa aspek-aspek yang berbeda-beda dari teori kepemimpinan lainnya, sehingga dapat membingungkan pihak-pihak yang ingin menerapkan teori ini, namun belum mengetahui model-model kepemimpinan lainnya. Seorang pemimpin bertugas untuk memotivasi, mendorong dan memberi keyakinan kepada orang yang dipimpinnya dalam suatu entitas atau kelompo, baik itu individu sebagai entitas terkecil sebuah komonitas ataupun hingga skala negara, untuk mencapai tujuan sesuai dengan kapasitas kemampuan yang dimiliki

Simpulan
Dari semua penjelasan mengenai perkembangan teori kepemimpinan dapat saya tarik kesimpulan bahwasannya tidak ada tipe kepemimpinan yang paling benar atau baik untuk digunakan dalam sebuah kelompok. Tipe kepemimpinan yang efektif tergantung pada situasi dan kondisi yang sedang dihadapi oleh sebuah kelompok. Tiap-tiap teori yang telah dikemukakan oleh para ahli tersebut sejatinya tujuan mereka sama, yaitu ingin menyempurnakan teori-teori yang sudah ada sebelumnya. Guna mencapai teori yang pas untuk di implementasikan oleh seorang pemimpin. Seperti munculnya teori big bag yang dasarnya menyempurnakan dari teori the great man yang kurang efisien jika diterapkan.
Dan pada intinya untuk menjadi seorang pemimpin yang baik haruslah dapat mengayomi para pengikutnya. Untuk teori yang dijelaskan diatas dapat digunakan sebagai rujukan seorang pemimpin untuk bagaimana menjadi pemimpin yang baik namun sebatas teori untuk implementasi sendiri tiap pemimpin memiliki gaya yang berbeda-beda.
Untuk kritikan saya terhadap berbagai teori yang sudah dijelaskan diatas, saya lebih tidak setuju dengan teori the great man. Karena menurut saya teori ini bersikap diskriminasi terhadap orang yang memiliki kriteri untuk menjadi seorang pemimpin namun bukan berasal dari keturunan pemimpin. Dan untuk menyempurnaka teori the great man yaitu teori big bag sangat menarik bagi saya karena seorang pemimpin dapat diperoleh dari hasil kerja keras tanpa adanya darah keturunan. Untuk teori sifat, sangat perlu sekali dimiliki oleh sorang pemimpin memiliki sifat yang baik karena keberhasilan seorang pemimpin dapat ditentukan oleh sifat-sifat, perangai atau ciri-ciri yang dimiliki oleh pemimpin itu. Sifat tersebut dapat berupa sifat fisik atau sifat psikologis. Dan sifat dari seorang pemimpin dapat mencerminkan bagaiman cara pemimpin ini memimpin para bawahannya. Seorang pemimpin tidak disarankan memiliki sifat yang egois, karena seorang pemimpin yang baik harus bisa menerima kritik dan saran dari bawahannya.
Kemudian dalam teori kelompok sangat penting sekali adanya interaksi antara pemimpin dengan bawahannya, supaya tidak terjadi miss communication yang dapat menggagalkan tercapainya tujuan bersama. kemudian untuk teori situasional, model kontingensi dan path-goal theory tidak terdapat masalah yang perlu dibahas karena memang benar adanya bahwa untuk mejadi seorang pemimpin haruslah berdasarkan situasi dan selalu menjaga adanya hubungan yang baik antara pemimpin dan bawahnnya.




























Referensi
Irawati. Dwi, Januari 2011, Perkembangan Teori Kepemimpinan: Suatu Tinjauan Pustaka, No 1
Makara, 2003, Sosial Humaniora, Vol. 7, No. 2
Kartono,Kartini. 2004. Pemimpin dan kepemimpinan : apakah pemimpin abnormal itu?.Jakarta : PT RajaGrafindo Persada
Hendriyadi, Model Model Kepemimpinan Situasional, 04 Oktober 2015,https://teorionlinejurnal.files.wodpress.com/article
Ungirwalu .Sil Maria, April 2012, KEPEMIMPINAN PARTISIPATIF (Sebuah Kajian Teoritis), Nomor 1 Jilid 1
Birch, Paul. 2001. Instant Leadership : 66 Cara Instan Memiliki Kepemimpina Praktis. Jakarta : Erlangga

Tidak ada komentar:

Posting Komentar