SEJARAH
TEORI KEPEMIMPINAN
“Kepemimpinan
(Leadership)”
Disusun
Oleh :
Hurifatin Nur Aini
(13311043/2013)
Manajemen V B- Pagi
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH GRESIK
Fakultas
Ekonomi Program Studi Manajemen
2015
Perkembangan Teori
Kepemimpinan
Dalam kehidupan
sehari-hari istilah pemimpin dan kepemimpinan selalu menjadi pusat perhatian,
baik dikalangan Perguruan Tinggi, dan Pejabat Pemerintah. Bagi masyarakat umum
kata kepemimpinan meyiratkan arti seseorang yang menjadi diktator karena dialah
membuat semua keputusan dan melaksanakan pekerjaan kepemimpinan. Hal ini
dikarenakan oleh sang pemimpin tidak dapat memanfaatkan potensinya sebagai
seorang pemimpin sehingga dia disebut sebagai diktator. Kepemimpinan juga
merupakan kegiatan sentral di dalam sebuah kelompok (organisasi), dengan
seorang pemimpin puncak sebagai figur sentral yang memiliki wewenang dan
tanggung jawab dalam mengefektifkan organisasi untuk mencapai tujuannya.
Pemimpin sebagai figur sentral menyandang peran mempersatukan anggota organisasi
yang terdiri dari individu-individu, agar menjadi satu kesatuan kekuatan yang
bergerak ke arah yang sama dalam melaksanakan volume dan beban kerja
organisasi.
Ruang
lingkup atau tema kepemimpinan pada intinya meliputi dua permasalahan pokok,
yaitu: teori kepemimpinan dan teknik kepemimpinan.
Teori
kepemimpinan adalah: suatu penggeneralisasian dari suatu seri fakta
perilaku pemimpin dan konsep-konsep kepemimpinan, dengan menekankan latar
belakang historis, sebab musabab timbulnya kepemimpinan, persyaratan untuk
menjadi pemimpin, sifat-sifat yang diperlukan oleh seorang pemimpin,
tugas-tugas pokok dan fungsinya, serta etika profesi yang perlu diperhatikan
oleh pemimpin.
Teknik
kepemimpinan adalah: kemampuan dan keterampilan teknis pemimpin
dalam menerapkan teori-teori kepemimpinan dalam praktek kehidupan dan dalam
organisasi tertentu, dan melingkupi: konsep-konsep pemikirannya, perilaku
sehari-hari serta peralatan yang dipergunakannya
Leadership atau yang lebih
sering dikenal dengan nama kepemimpinan merupakan materi yang akan akan di
bahas dalam tulisan ini. Dimulai dari pengertian leadership atau kepemimpinan. Untuk pertama pengertian dari leadership di kemukakan oleh William G.
Scott (1962) yang mengartikan bahwa kepemimpinan
(Leadership) ialah proses mempengaruhi
aktifitas yang diorganisir dalam suatu kelompok dalam usahanya untuk mencapai
suatu tujuan yang telah ditetapkan. Kemudian dilanjutkan pengertian dari Stephen
J. Carrol dan Henry L. Tosj (1977) mengartikan bahwa kepemimpinan (Leadership) ialah seuatu proses mempengaruhi orang lain untuk
mengerjakan apa yang kamu kehendaki dari mereka untuk mengerjakannya. George
R. Terry mengemukakan bahwa kepemimpinan
(Leadership) merupakan suatu hubungan
yang ada didalam diri seseorang atau pemimpin dan mempengaruhi orang lain agar
mau bekerja dengan sadar dalam hubungan tugas agar tercapainya sebuah tujuan
yang diinginkan. Kepemimpinan menurut Tead; Terry; Hoyt (dalam Kartono, 2003)
adalah kegiatan atau seni mempengaruhi orang lain agar mau bekerjasama yang
didasarkan pada kemampuan orang tersebut untuk membimbing orang lain dalam
mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan kelompok. Kepemimpinan menurut Young (dalam Kartono, 2003) lebih
terarah dan terperinci dari definisi sebelumnya. Menurutnya kepemimpinan adalah
bentuk dominasi yang didasari atas kemampuan pribadi yang sanggup mendorong
atau mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu yang berdasarkan penerimaan oleh
kelompoknya, dan memiliki keahlian khusus yang tepat bagi situasi yang khusus.
Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan merupakan suatu proses kegiatan
atau aktifitas dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu. Kepemimpinan pada
dasarnya merupakan inti dari fungsi manajemen yaitu proses pengarahan sumber
daya untuk mencapai tujuan G.R.Terry (dalam
Thoha, 1995 : 253) mendefinisikan kepemimpinan sebagai kegiatan mempengaruhi
orang agar mereka bertindak menjacapai tujuan. Namun lebih tegas lagi Pfiffner dan Presthus serta A. Gary Yukl
(dalam Tjokroamidjojo, 1985 : 110) menyatakan bahwa : “kepemimpinan adalah
pengkoordinasian dan pemotivasian individu maupun kelompok untuk mencapai suatu
tujuan”. Jika kepemimpinan di kaitkan
dengan ajaran islam, Syekh Muhammd al-Mubarak menyatakan
ada empat syarat seseorang untuk menjadi pemimpin. Pertama, memiliki akidah
yang benar (aqidah salimah). Kedua, memiliki ilmu pengetahuan dan
wawasan yang luas. Ketiga, memiliki akhlak yang mulia (akhlaqul karimah).
Keempat, memiliki kecakapan manajerial, memahami ilmu-ilmu administrasi dan
manajemen dalam mengatur urusan-urusan duniawi. Inilah syarat-syarat yang harus
dijadikan tolak ukur oleh kaum muslimin dalam memilih seorang pemimpin.
Setelah mengetahui beberapa pengertian
tentang kepemimpinan yang dikekukakan oleh para ahli, kini perlu diketahui pula
perkembangan dari teori kepemimpinan. Pertama adalah :
Teori The Great Man
dan Teori Big Bang
Teori
ini menyatakan bahwa seseorang yang dilahirkan sebagai pemimpin akan menjadi
pemimpin tanpa memperhatikan apakah ia mempunyai sifat atau tidak mempunyai
sifat sebagai pemimpin. Teori ini melihat bahwa kekuasaan berada pada pada
sejumlah orang tertentu, yang melalui proses pewarisan memiliki kemampuan
memimpin atau karena keberuntungan memiliki bakat untuk menempati posisi
sebagai pemimpin. Dengan kata lain para pemimpin menurut teori ini berasal dari
keturunan tertentu (di Indonesia disebut keturunan berdarah biru) yang berhak
menjadi pemimpin, sedang orang lain tidak ada pilihan selain menjadi pihak yang
dipimpin. Kartini Kartono dalam bukunya membagi definisi teori ini dalam dua
poin, yaitu seorang pemimpin itu tidak dibuat, akan tetapi terlahir menjadi pemimpin
oleh bakat-bakat alami yang luar biasa sejak lahirnya dan yang kedua dia
ditakdirkan lahir menjadi seorang pemimpin dalam situasi kondisi yang
bagaimanpun juga.
Bennis dan Nanus (1993, p.3) menyatakan bahwa dalam
perkembangan berikutnya, teori kepemimpinan berdasarkan bakat cenderung ditolak
dan lahirlah teori big bang. Teori kepemimpinan yang baru di zamannya itu
menyatakan bahwa suatu peristiwa besar menciptakan atau dapat membuat seseorang
menjadi pemimpin. Teori ini mengintregrasikan antara situasi dan
pengiukut/anggota organisasi sebagai jalan yang dapat mengantarkan seseorang
menjadi pemimpin. Situasi yang dimaksud adalah peristiwa-peristiwa atau
kejadian-kejadian besar seperti revolusi, kekacauan/kerusuhan, pemberontakan,
reformasi dll
Teori Sifat
Teori ini hampir sama dengan teori
Great Man, meskipun berbeda dalam mengartikan bakat yang dimiliki seorang
pemimpin. Teori Great Man menekankan bakat dalam arti arti keturunan, bahwa
seseorang menjadi pemimpin karena memiliki kromoson (pembawa sifat) dari orang
tuanya sebagai pemimpin. Sedang teori sifat atau karakteristik kepribadian
berasumsi bahwa seseorang dapat menjadi pemimpin apabila memiliki sifat-sifat
atau karakteristik kepribadian yang dibutuhkan oleh seorang pemimpin, meskipun
orang tuanya khususnya ayahnya bukan seorang pemimpin. Teori
ini dinamakan teori sifat dengan dasar teori yaitu seorang pemimpin adalah
dilahirkan dan bukan dibuat atau direkayasa. Indikator dari teori sifat adalah
kemampuan mengarahkan secara alamiah, hasrat untuk memimpin, kejujuran dan
integritas, kepercayaan diri, kecerdasan serta pengetahuan yang luas mengenai
pekerjaan.
Keberhasilan
seorang pemimpin dapat ditentukan oleh sifat-sifat, perangai atau ciri-ciri
yang dimiliki oleh pemimpin itu. Sifat tersebut dapat berupa sifat fisik atau
sifat psikologis. Untuk menjadi seorang pemimpin yang berhasil sangat
ditentukan kemampuan pribadi pemimpin. Kemampuan pribadi yang dimaksud adalah
kualitas seseorang dengan berbagai macam sifat-sifat, perangai atau ciri-ciri
di dalamnya. Upaya untuk menilai sukses atau gagalnya pemimpin sendiri
dialkukan dengan mengamati dan mencatat sifat-sifat dan kualitas/mutu
perilakunya, yang di pakai sebagai kriteria untuk menilai kepemimpinannya
dimana usaha yang sistematis ini membuahkan teori yang disebut The Traitist Theory Of Leadership (teori
sifat dari kepemimpinan).
Di
antara para penganut teori ini dapat disebutkan oleh Ordway tead ada sepuluh macam sifat atau perangai yang harus
dimiliki seorang pemimpin, yaitu :
a) Energi
jasmani dan rohani (physical and nervous
energy)
b) Kepastian
akan maksud dan arah tujuan (a sense of
purpose and direction)
c) Antusiasme
atau perhatian yang besar (anthusiasm)
d) Ramah
tamah, penuh rasa persahabatan dan ketulusan hati (friendlieness and effecticeness)
e) Integritas
atau pribadi yang bulat (integrity)
f) Kecakapan
teknis (technical mastery)
g) Ketegasan
dalam mengambil keputusan (decisioness)
h) Cerdas
(intelligence)
i)
Kecakapan mengajar (teaching skill)
j)
Kesetiaan (faith)
Sifat-sifat
tersebut untuk para pemimpin pada umumnya, tetapi pada prakteknya kesepuluh
sifat tersebut tidak harus bersama-sama dimiliki oleh seorang pemimpin
melainkan sangat bergantung pada tingkat kondisi dari pengikutnya. Dari
berbagai pendapat mengenai sifat-sifat/karekteristik pemimpin dalam memgefektifkan
organisasi melalui anggota-anggotamnya, telah dilakukan penelitian yang
menyimpulkan 4 (empat) sifat/karekteristik utama. Kempat karekteristik tersebut
adalah :
a)
Intelegensi (Kecerdasan)
Para pemimpin yang efektif atau
pemimpin yang mampu mengefektifkan organisasi untuk mencapai tujuannya, pada
umumnya (secara relatif) lebih cerdas dari pada pengikut/anggota organisasi.
b)
Kematangan dan keluasan
pandangan sosial
Para pemimpin yang efektif atau yang
mampu mengefektifkan organisasi untuk mencapai tujuannya pada umumnya (secara
relatif) lebih matang emosinya daripada anggota/pengikut organisasinya,
sehingga selalu mampu mengendalikan situasi kritikal (sulit dan bermasalah).
c)
Memiliki motivasi dan
keinginan berprestasi.
Para pemimpin yang efektif atau
yang mampu mengefektifkan organisasi untuk mencapai tujuannya. Pada umumnya
(secara relatif) memiliki dorongan yang besar dari dalam dirinya untuk dapat
menyelesaikan sesuatu secara sukses.
d)
Memiliki kemampuan hubungan
manusiawi
Para pemimpin yang efektif atau yang mampu
mengefektifakan organisasi untuk mncapai tujuannyam, pada umumnya (secara
relatif) mengetahui bahwa usahanya untuk mencapai sesuatu sangat tergantung
pada orang lain, khususnya anggota organisasinya. Para pemimpin itu selalu mampu memahami orang lain dan berorientasi pada
anggota organisasi
Dalam
kepemimpinan yang menerapkan prinsip keteladanan, setiap pemimpin dalam
kehidupan organisasi, ditampilkan sebagai tokoh panutan, atau tokoh yang selalu
diteladani oleh bawahannya. Sebagai tokoh panutan yaitu tokoh yang dianut oleh
bawahannya, harus selalu memberikan contoh-contoh positif terhadap bawahannya.
Dengan berbagai keunggulan yang dimiliki pemimpin, kewibawaan seorang pemimpin
akan selalu dapat dipertahankan, sehingga ketaatan dari bawahan dapat
terpelihara.
Kepemimpinan
yang menganut prinsip “keteladanan” akan berhasil melaksanakan tugas-tugas
kepemimpinannya apabila prinsip-prinsip teori sifat dapat dilaksanakan dengan
sebaik-baiknya.
Teori Kelompok
Teori kelompok dalam kepemimpinan memiliki
dasar perkembangan yang berakar pada psikologi sosial. Teori kelompok ini
beranggapan bahwa supaya kelompok bisa mencapai tujuannya. Kepemimpinan yang
ditekankan pada adanya suatu proses pertukaran antara pemimpin dan bawahannya.
Greene (Thoha, 2012:35) mengatakan bahwa ketika para bawahan tidak melaksanakan
pekerjaan secara baik maka pemimpin cenderung menekankan pada struktur
pengambil inisiatif (perilaku tugas). Tetapi ketika para bawahan dapat
melaksanakan pekerjaan secara baik maka pemimpin menaikkan penekanannya pada
pemberian perhatian (perilaku tata hubungan). Seingga dapat disimpulkan bahwa
para bawahan dapat mempengaruhi para pemimpinnya seperti para pemimpin yang
dapat mempengaruhi para bawahannya.
Teori Perilaku
Pengertian
dari teori perilaku yaitu teori kepemimpinan yang
menjelaskan ciri-ciri perilaku seorang pemimpin dan ciri-ciri perilaku seorang
bukan pemimpin. Terkadang
teori sifat sering terkait dengan teori perilaku,
demikian juga teori perilaku berhubungan dengan teori kontingensi dan teori
situasional karena perilaku kepemimpinan yang cocok dalam satu situasi belum
tentu sesuai dengan situasi yang lain. Pendekatan teori perilaku melalui
gaya kepemimpian dalam realisasi fungsi-fungsi kepemimpinan yang meiliki dua
orientasi, yang terdiri dari orientasi pada tugas, dan orientasi pada orang
atau bawahan.
Ada
berbagai aliran dalam teori perilaku,
antara lain :
a)
Ohio State University
Aliran
atau mashab yang berkembang di Ohio State University dikenal dengan Ohio State
Studies, membedakan kepemimpinan dari segi struktur dan hubungan antarmanusia.
b)
University of Michigan
Di
University of Michigan diikuti pula aliran perilaku yang dikenal dengan University
of Michigan Studies. Studi Michigan ini membedakan antara pemimpin yang
berorientasi pada karyawan atau berorientasi pada hubungan antarpribadi dan
pemimpin yang berorientasi pada produksi dan tugas.
c)
The Managerial Grid
Teori
kepemimpinan yang dikenal dengan kisi-kisi manajerial atau The Managerial
Grid yang merupakan tulisan Blake dan Mouton (1964) membagi kepemimpinan
dalam sebuah matriks, di mana garis vertikal atau ordinat melihat pada
pertimbangan manusia dan garis horizontal serta absis melihat pada produksi. Di
Skandinavia terdapat pula Scandinavian Studies yang melihat
pemimpin yang berorientasi pada pembangunan dan pengembangan atau yang
mencari gagasan baru serta menciptakan dan menerapkan perubahan.
Teori Situasional (Situational
Theories)
Teori
situasional yang paling dikenal adalah teori Hersey dan Blanchard (1974) yang
menekankan pada gaya kepemimpinan dan kesiapan para bawahan yang harus cocok.
Teori ini juga didasarkan pada tinggi rendahnya perilaku hubungan dan tinggi
rendahnya perilaku tugas menuju efektivitas.
Teori ini memberi penekanan lebih kepada pengikut dan tingkat kematangan para
pengikutnya.
Hersey
dan Blanchard menggunakan penelitihan OSU
(Ohio State University) untuk kemudian mengembangkan 4 gaya kepemimpinan yang
bias dipakai oleh para pemimpin, antara lain :
a) Telling - menyuruh
Pemimpin
menetapkan peran yang diperlukan untuk melakukan suatu tugas dan memerintahkan
para pengikutnya apa, dimana, bagaiman dan kapan melakukan tugas tersrbut.
b) Selling – menjual
Pemimpin
memberikan intruksi terstruktur namun
bersifat supportif
c) Participating – barpartisipasi
Pemimpin
dan para pengikutnya bersama-sama memuutuskan bagaimana cara terbaik
menyelesaikan suatu pekerjaan.
d) Delegating – delegasi
Pemimpin
tidak banyak memberikan arahan yang jelas dan lebih spesifik ataupun dukungan
pribadi kepada para pengikutnya.
Teori
atau Model Kontingensi
Teori
atau model kontingensi (Fiedler, 1967) sering disebut teori situasional karena
teori ini mengemukakan kepemimpinan yang tergantung pada situasi. Model atau
teori kontingensi Fiedler melihat bahwa kelompok efektif tergantung pada
kecocokan antara gaya pemimpin yang berinteraksi dengan subordinatnya sehingga
situasi menjadi pengendali dan berpengaruh terhadap pemimpin. Teori ini
menunjukkan hubungan antara orientasi pemimpinatau
gaya dan kinerja kelompok yang berbeda di bawah kondisi situasional.
Menurut Fiedler, tidak ada pemimpin yang
ideal. Kedua LPC rendah (task-oriented) dan LPC tinggi (hubungan-oriented)
pemimpin dapat efektif jika orientasi kepemimpinan mereka sesuai dengan
situasi. Teori kontingensi memungkinkan untuk memprediksi karakteristik situasi
yang tepat untuk efektivitas.
Para peneliti sering menemukan bahwa teori
kontingensi Fiedler yang jatuh pada fleksibilitas pendek. Mereka juga menyadari
bahwa nilai LPC dapat gagal untuk mencerminkan ciri-ciri kepribadian yang
seharusnya mereka berpikir. Teori kontingensi Fiedler ini telah menarik kritik
karena menyiratkan bahwa satu-satunya alternatif untuk ketidaksesuaian dapat
diubah orientasi pemimpin dan situasi yang tidak menguntungkan sedang mengubah
pemimpin. Cognitive Resource Theory (CRT) memodifikasi kontingensi Fiedler
dasar model dengan menambahkan ciri-ciri dari pemimpin (Fiedler dan Garcia
1987). CRT mencoba untuk mengidentifikasi kondisi di mana para pemimpin dan
anggota kelompok akan menggunakan sumber-sumber intelektual mereka,
keterampilan, dan pengetahuan secara efektif. Meskipun secara umum telah
diasumsikan bahwa lebih cerdas dan pemimpin yang lebih berpengalaman akan
berperforma lebih baik dibandingkan dengan mereka yang kurang kecerdasan dan
pengalaman, asumsi ini tidak didukung oleh penelitian Fiedler.
Kelemahan dari teori ini adalah
merancang struktur organisasi yang dapat menangani ketidakpastian dalam
lingkungan efektif dan efisien dibutuhkan sebuah desain organisasi yang tepat
karena tidak ada satu pun desain organisasi yang optimal bagi setiap
organisasi, karena tidak ada organisasi yang serupa dan setiap peruahaan
menghadapi suatu keadaan lingkungan yang berbeda pula sehingga menghasilkan
berbagai tingkat ketidakpastian lingkungan yang berbeda.
Gaya kepemimpinan pada Teori Kontingensi mengacu pada dua motivasi, yaitu :
a) Task Motivation (motivasi yang mengacu pada
tugas)
Pemimpin
fokus pada tugas dan hasil yang dicapainya.
e) Realitionship Motivation (motivasi
yang mengacu pada relasi)
Pemimpin
fokus pada usaha untuk membangun relasi dengan pengikut-pengikutnya
Teori kontingensi memperluas pemahaman kita tentang
kepemimpinan dimana ada pengaruh situasi terhadap pemimpin serta memberikan
prediksi dan informasi mengenai gaya kepemimpinan yang cocok atau efektif dalam
konteks tertentu.
Path-Goal
Theory
Atau Model Arah Tujuan . Teori atau model ini ditulis
oleh House (1971) menjelaskan kepemimpinan sebagai keefektifan pemimpin
yang tergantung dari bagaimana pemimpin memberi pengarahan, motivasi, dan
bantuan untuk pencapaian tujuan para pengikutnya. Path-goal theory, juga dikenal sebagai
path-goal theory of leader effectiveness atau path-goal model adalah teori
kepemimpinan dalam bidang studi organisasi yang dikembangkan oleh Robert House.
Menurut model ini, pemimpin menjadi efektif karena efek
positif yang mereka berikan terhadap motivasi para pengikut, kinerja dan
kepuasan. Teori ini dianggap sebagai Path Goal karena terfokus pada bagaimana
pemimpin mempengaruhi persepsi dari pengikutnya tentang tujuan pekerjaan,
tujuan pengembangan diri, dan jalur yang dibutuhakn untuk mencapai tujuan.
Dasar dari teori ini adalah teori motivasi ekspektansi. Teori awal dari Path
goal menyatakn bahwa pemimpin efektif adalah pemimpin yang bagus dalam
memberikan imbalan pada bawahan dan membuat imbalan tersebut dalam satu
kesatuan dengan pencapaian bawahan terhadap tujuan yang spesifik.
Beberapa pendekatan gaya di dalam Teori Sarana-Tujuan, yaitu :
a) Directive Leadership-Gaya Direktif.
Gaya ini
diberlakukan pada situasi dimana pengikut bersifat turut dan patuh danpPemimpin
memberikan instruksi yang jelas tentang tugasnya, serta apa yang diharapkan
untuk dikerjakan oleh pengikut.
b) Supportive Leadership-Gaya suportif.
Pemimpin
menerapkan gaya kepemimpinan yang bersahabat dan merangkul.
c) Participative Leadership-Gaya
Partisipatif.
Gaya ini
diterapkan pada situasi dimana terdapat sebuah tugas yang membingungkan.
Pemimpin mengajak pengikut untuk memberikan partisipasi, ide, dan opini tentang
bagaimana meggunakan sarana untuk mencapai tujuan.
d) Achievement-Oriented Leadership-Kepemimpinan
yang Berorientasi pada Hasil.
Pada gaya ini, pemimpin memberi tantangan kepada pengikut dengan standar
pekerjaan yang tinggi, serta melakukan perbaikan terus-menerus (continuous
improvement). Seorang pemimpin yang hebat
itu tidak akan mendiktekan segala sesuatunya kepada bawahannya. Dia akan
melakukan pemberdayaan, mulai
dengan
mengembangkan kompetensi bawahan, sehingga mampu mencari jalan untuk
menyelesaikan pekerjaan dengan kinerja tinggi. Dia hanya akan mengendalikan
bawahannya melalui hasil akhir, bukan pada proses. Ini berarti pemberdayaan,
sekaligus sikap mempercayai bawahan.
Perlu diketahui bahwa tidak semua
teori memiliki kesempurnaa. Dan perlu diketahui bahwa kelemahan teori ini
adalah masih banyak hal-hal yang dinilai kompleks.Teori ini juga menggabungkan
beberapa aspek-aspek yang berbeda-beda dari teori kepemimpinan lainnya,
sehingga dapat membingungkan pihak-pihak yang ingin menerapkan teori ini, namun
belum mengetahui model-model kepemimpinan lainnya. Seorang
pemimpin bertugas untuk memotivasi, mendorong dan memberi keyakinan kepada
orang yang dipimpinnya dalam suatu entitas atau kelompo, baik itu individu
sebagai entitas terkecil sebuah komonitas ataupun hingga skala negara, untuk
mencapai tujuan sesuai dengan kapasitas kemampuan yang dimiliki
Simpulan
Dari
semua penjelasan mengenai perkembangan teori kepemimpinan dapat saya tarik
kesimpulan bahwasannya tidak ada tipe kepemimpinan yang paling benar atau baik untuk digunakan
dalam sebuah kelompok. Tipe kepemimpinan yang efektif tergantung pada situasi
dan kondisi yang sedang dihadapi oleh sebuah kelompok.
Tiap-tiap teori yang telah dikemukakan oleh para ahli tersebut sejatinya tujuan
mereka sama, yaitu ingin menyempurnakan teori-teori yang sudah ada sebelumnya.
Guna mencapai teori yang pas untuk di implementasikan
oleh seorang pemimpin. Seperti munculnya teori big bag
yang dasarnya menyempurnakan dari teori the great man yang kurang efisien jika
diterapkan.
Dan
pada intinya untuk menjadi seorang pemimpin yang baik haruslah dapat mengayomi
para pengikutnya. Untuk teori yang dijelaskan diatas dapat digunakan sebagai
rujukan seorang pemimpin untuk bagaimana menjadi pemimpin yang baik namun
sebatas teori untuk implementasi sendiri tiap pemimpin memiliki gaya yang
berbeda-beda.
Untuk
kritikan saya terhadap berbagai teori yang sudah dijelaskan diatas, saya lebih
tidak setuju dengan teori the great man. Karena menurut saya teori ini bersikap
diskriminasi terhadap orang yang memiliki kriteri untuk menjadi seorang
pemimpin namun bukan berasal dari keturunan pemimpin. Dan untuk menyempurnaka
teori the great man yaitu teori big bag sangat menarik bagi saya karena seorang
pemimpin dapat diperoleh dari hasil kerja keras tanpa adanya darah keturunan.
Untuk teori sifat, sangat perlu sekali dimiliki oleh sorang pemimpin memiliki
sifat yang baik karena keberhasilan seorang
pemimpin dapat ditentukan oleh sifat-sifat, perangai atau ciri-ciri yang
dimiliki oleh pemimpin itu. Sifat tersebut dapat berupa sifat fisik atau sifat
psikologis. Dan sifat dari seorang
pemimpin dapat mencerminkan bagaiman cara pemimpin ini memimpin para
bawahannya. Seorang
pemimpin tidak disarankan memiliki sifat yang egois, karena seorang pemimpin
yang baik harus bisa menerima kritik dan saran dari bawahannya.
Kemudian
dalam teori kelompok sangat penting sekali adanya interaksi antara pemimpin
dengan bawahannya, supaya tidak terjadi miss communication yang dapat
menggagalkan tercapainya tujuan bersama. kemudian untuk teori situasional, model kontingensi dan path-goal theory tidak terdapat
masalah yang perlu dibahas karena memang benar adanya bahwa untuk mejadi
seorang pemimpin haruslah berdasarkan situasi dan selalu menjaga adanya
hubungan yang baik antara pemimpin dan bawahnnya.
Referensi
Irawati. Dwi, Januari
2011, Perkembangan
Teori Kepemimpinan: Suatu Tinjauan Pustaka, No 1
Makara, 2003, Sosial
Humaniora, Vol. 7, No. 2
Kartono,Kartini.
2004. Pemimpin dan kepemimpinan : apakah pemimpin abnormal itu?.Jakarta : PT
RajaGrafindo Persada
Hendriyadi, Model Model
Kepemimpinan Situasional, 04 Oktober 2015,https://teorionlinejurnal.files.wodpress.com/article
Ungirwalu .Sil Maria, April 2012, KEPEMIMPINAN PARTISIPATIF (Sebuah Kajian Teoritis), Nomor 1 Jilid 1
Birch, Paul. 2001. Instant Leadership : 66 Cara Instan
Memiliki Kepemimpina Praktis. Jakarta : Erlangga
"Jangan Lupa Tinggalkan Jejakmu Kawan :-)"